a Friendship
September 20, 2014
Mungkin memang benar apa yang dikatakan guru komputer
di SMA ku dulu diakhir kelas 3 beliau pernah memberi kami suatu pesan “nanti
jika kalian udah masuk di dunia perkuliahan,gak ada yang namanya sahabat,gak
ada yang namanya teman. Bahkan teman atau sahabat kalian bisa jadi musuh
terbesar dalam hidup kalian” dulu aku tidak ambil pusing dengan pesan yang ibu
guru sampaikan bahkan dalam hatiku berkata “apa iya, masa sih?” “ah paling tuh
guru ngada-ngada aja”. Tapi sekarang aku baru mengerti dan mengalaminya
sendiri. Jadi ini apa yang di maksud guru ku selama ini akhirnya menimpaku
sendiri. Awal masuk kuliah aku mempunyai teman dia sangat baik padaku
pertemanan kami makin baik karena kita satu kelas pada masa awal kuliah. Kurasa
pertemanan ini akan lebih baik lagi. Hari demi hari pertemanan kami cukup
akrab. Yang tadinya kami tidak kenal menjadi kenal,kita berbagi cerita, tertawa
bersama ,berbagi pengalaman,jalan ke toko buku bersama,kita saling jaga rahasia
dan masih banyak lagi. Namun suatu hari pertemanan kami agak sedikit renggang. Kurasa
karena di semester 3 kita berbeda itu yang terlintas di pikiran ku.
Suatu hari ketika dia mengajakku ke toko buku
yang berada di daerah Jakarta timur, aku tidak bisa menjanjikan bisa atau
engga, aku hanya menjawab “insya Allah ya, kalo gue masih ada duit”. Namun ditengah-tengah
sebelum aku memutuskan bisa pergi atau engga, dia malah seperti menghinaku dan
berkata kasar karena aku tidak bisa menyanggupinya. Aku terus berpikiran
positif mungkin dia sedang emosi atau sedang kedatangan tamu bulanan, atau bisa
jadi besok kita akan segera baikkan lagi. Sebelumya aku sudah meminta maaf dan
dia terus mencaciku hingga aku seolah-olah mengemis-ngemis maaf darinya. Kata-kata
kasar pun dia lemparkan padaku. Aku sudah berkali-kali minta maaf kepadanya,
namun mungkin dia tidak bisa menerimanya baiklah yang penting aku sudah
berusaha untuk meminta maaf di terima atau tidaknya biarlah itu menjadi keputusannya.
Lambat laun kami jarang bertemu jarang berkomunikasi satu sama lain hingga pada
akhirnya aku memberanikan diri menyapanya dan apa yang terjadi?? Dia memalingkan
wajahnya dan mencaciku kembali.
Ohhh sungguh sedihnya hati ini teman…..
Teman walau kita berbeda agama…
Berbeda sifat dan watak…
Kau tetap temanku…
Aku tak kan membencimu…
Aku tak kan memusuhimu…
Teman…
Maafkan ku yang tidak bisa menepati janji…
Mungkin aku belum bisa menjadi teman terbaik
untukmu…
Dan suatu saat nanti pasti kita kan menjadi
teman terbaik lagi…
Tapi kau tetap teman terbaikku yang pernah ku
miliki…
Sunggguh semua pesan yang disampaikan guruku
menimpa kepadaku,maafkan ku teman…
2 komentar
Semangat win! Sebagai temannya, kini yang kita bisa lakukan hanya berdoa untuk dia agar segera mendapat hidayah.
BalasHapusthankss for your comment haha, alhamdulillah masih ada yang baca blog gue :D semangaaat!
BalasHapus